• @.POKER.YO

  • Makrab 2016

  • Halal Bi Halal

    Minal A'idzin wal Faizin

Rabu, 20 Januari 2016

Musyawarah Besar (MUBES) 2016

Sebagai paguyuban yang beranggotakan alumni Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji., @.poker.yo terus berusaha secara konsisten dalam menjadikan paguyuban ini sebagai wadah alumni dalam perjuangannya menuntut ilmu di Daerah Isimewa Yogyakarta. langkah nyata yang hendak dicapai di paguyuban ini adalah bagaimana segenap anggota memiliki kesadaran untuk berperan aktif dalam kegiatan paguyuban. Sehingga ketika sudah mampu berperan aktif di paguyuban ini diharapkan pengamalan nilai-nilai religi Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranjakan tetap dipertahankan bahkan di kembangkan menjadi lebih baik.
Langkah strategis yang di laksankan @.poker.yo adalah mencari seorang pemimpin yang mampu membuat sebuah dobrakan dalam paguyuban @.poker.yo. dari sini akan menjadi sebuah bukti kesungguhan @.poker.yo dalam mewadahi alumni, serta pengabdian kepada Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji.
Dalam dalam merealisasiakn pencarian seorang pemimpin @ memelih jalan Musyawarah Besar (MUBES). Yang mana nanti seorang pemimpin akan dipilih langsung oleh semua anggota @.poker.yo dalam musyawarah tersebut
Pada tahun ini (2016) MUBES @.poker.yo memiliki agenda sebagai berikut :
  1. Tanggal 15-18 Februari 2016 pendafaran anggota dan pendataan motor, dengan cara (ketik: Nama_Angkatan_ada/tidak ada motor kirim ke 085645641872)
  2. Tanggal 15-19 Februari 2016 pembayaran (bisa langsung datang ke Jokir atau dititipkan) #nominal menyusul
  3. Tanggal 15-20 Februari 2016 kampanye terbuka bagi balon ketua
  4. Tanggal 20-21 Februari 2016 puncak MUBES




Senin, 11 Januari 2016

Pendaftaran Calon Anggota

Assalamualaikum Wr Wb
Salam hangat dari kami keluarga besar Alumni Pondok Kranji di Yogyakarta (@.POKER.YO) buat calon anggota keluarga @.Poker.Yo yang akan segera bergabung dengan kami.
untuk memudahkan kami berkomunikasi, berinteraksi dan bersinergi dalam menjalin hubungan kekeluargaan. kami berharap kepada Adik-adik yang diterima kuliah di Yogyakarta untuk mengisi formulir calon anggota. Nantinya kami sebagai alumni mempunyai acuan dalam membantu dan memfasilitasi adik-adik ketika di Yogyakarta.
Langsung saja KLIK DISINI  untuk mengisi formulir.
sekian dari kami, terimakasih dan Wassalamualaikum.... :) :)

Sabtu, 09 Januari 2016

Benny Afwadzi

Benny Afwadzi berasal dari Kranji Paciran Lamongan. Ia dilahirkan di pesisir utara Lamongan pada 2 Februari 1990 dari pasangan Hamim dan Umi Sholihah. Pendidikan formalnya dari mulai Madrasah Ibtidaiyah sampai Madrasah Aliyah ditempuh di Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan. Setelah menamatkan pendidikan di Madrasah Aliyah, ia melanjutkan studinya di Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga melalui beasiswa PBSB (Program Beasiswa Santri Berprestasi) dan  S-2 di almamater yang sama dengan mengambil Program Studi Agama dan Filsafat, Konsentrasi Studi al-Qur’an dan Hadis dengan beasiswa wisudawan terbaik dari UIN Sunan Kalijaga. Ia sempat menjadi Dosen LB di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Sunan Kalijaga serta staff pengajar di Pondok Pesantren al-Najwah Yogyakarta. Saat ini, ia bertugas sebagai Dosen Tetap UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dengan bidang studi hadis. 
Tulisan yang telah dipubilkasikan : 
 “Pemikiran GHA. Juynboll tentang Teori Hadis Mutawatir” dalam Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis UIN Sunan Kalijaga, Vol. 12, no. 2, Juli 2011. 
 “Kontribusi Pendekatan Sastra dalam Membaca Kisah-Kisah al-Qur’an” dalam Jurnal Hermeneia Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, vol. 13, no. 1 Januari-Juni 2013. 
 “Aplikasi Argumentum e-silentio pada Hadis-Hadis Mutawatir: Studi Kritis Pemikiran GHA. Juynboll” dalam Buku Isu Aktual Islam Indonesia (Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2014) 
 “Kemiskinan dan Pesan Profetik: Upaya Menggali Pesan Tersirat dalam Hadis Nabi” dalam Buku Agama, Filsafat, dan Kemiskinan (Yogyakarta: Prodi Agama dan Filsafat Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2015). 
 “Hadis di Mata Para Pemikir Modern: Telaah Buku Rethinking Karya Daniel Brown” dalam Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis UIN Sunan Kalijaga, Vol. 15, no. 2, Juli 2014. 
 “Wasiat Khilafah pada Ali bin Abi Thalib (Studi Komparatif Hadis Ghadir Khum dalam Tradisi Sunni dan Syiah)” dalam Jurnal Hermeneia Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, vol. 14, no. 1 Juni 2014. 
 “Teori Semiotika Komunikasi Hadis Ala Umberto Eco” dalam Jurnal Mutawatir UIN Sunan Ampel, vol. 4, no. 2, Desember 2014.

sumbangsih karya bagi poker adalah

  1. Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Tentang Haramnya Rokok

Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Tentang Haramnya Rokok

Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Tentang Haramnya Rokok[1]
Oleh : Benny Afwadzi
Perbedaan pada dasarnya merupakan sunnatullah yang ada dalam dunia ini. Munculnya variasi bentuk manusia, perbedaan warna kulit, bermacam-macamnya bahasa pada dasarnya adalah suatu yang tak dapat diingkari eksistensinya. Begitu pula watak, pikiran serta kesukaan manusia, tentunya semua itu tidaklah sama. Hal ini juga menimbulkan perdebatan khilafiyah, yang memang pada hakikatnya antara satu manusia dengan manusia lainnya terdapat perbedaan pemahaman. Namun, akan mengakibatkan suatu pro-kontra di masyarakat jika dalam masalah khilafiyah itu, salah satu pendapat yang ada di dalamnya dilegitimasi sebagai pendapat yang benar dan dijadikan fatwa. Apalagi hal itu dikoordinasi oleh salah satu organisasi keagamaan serta disebarkan pada khalayak ramai.
Itulah kiranya yang terjadi pada problematika rokok pada beberapa saat yang lalu. Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam kedua terbesar di Indonesia lewat Majelis Tarjih dan Tajdidnya mengeluarkan keputusan fenomenal dengan memberikan cap “haram” pada rokok. Sebagian orang tidak begitu “wah” dalam merespon fatwa ini, sebab beberapa waktu sebelum fatwa haram rokok Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah keluar, MUI sebagai organisasi perkumpulan intelektual muslim sudah mengharamkannya terlebih dahulu. Akan tetapi menarik kiranya jika kita menelaah fatwa haram Majelis Tarjih dan Tajdid ini secara mendalam, sebab banyak pro-kontra dan sinyalemen-sinyalemen miring yang terdapat dalam keputusan tersebut.
A.    Definisi Rokok[2]
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya.
Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam.        
  Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan kecanduan, disamping menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan, penyakit pencernaan, efek buruk bagi kelahiran, dan emfisema. Dengan demikian, secara kedokteran rokok memang memiliki banyak bahaya yang ada di dalamnya.
B.     Fatwa Haram Rokok Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah
Tanggal delapan Maret 2010, Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah memberikan suatu fatwa yang kontroversial di masyarakat. Fatwa tersebut berkenaan dengan salah satu konsumsi wajib masyarakat yang memang terdapat perbedaan pendapat mengenainya, yaitu rokok. Argumentasi mereka banyak didasarkan pada interpretasi normatif atas ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Nabi yang berisi larangan membuat madharat (bahaya). Selain itu, mereka juga menggunakan pendekatan empiris di lapangan (lebih jelasnya lihat form Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid).
Kalau permasalahan ini ditarik secara historis, Majelis Tarjih dan Tajdid sebenarnya telah mengeluarkan hukum rokok pada tahun 2005. Pada tahun tersebut, mereka menyatakan bahwa merokok hukumnya boleh (mubah), yang berarti boleh dikerjakan, tapi kalau ditinggalkan lebih baik. Namun, fatwa itu kemudian direvisi karena dampak negatif merokok mulai dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, tidak hanya oleh perokok.[3] Dus, dalam pandangan Majelis Tarjih dan Tajdid, fatwa pertama bahwa hukum rokok adalah mubah telah dihapus (naskh) oleh fatwa kedua yang berisi pengharaman rokok.
Masyarakat dalam menanggapi fatwa ini juga mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Sebagian mengamininya, tetapi banyak pula yang menentang keputusan tersebut, bukan hanya dari kalangan NU saja, akan tetapi juga dari warga Muhammadiyah. Menyikapi problematika ini, Ketua Muhammadiyah, Din Syamduddin mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu bingung menyikapinya. Beliau menjelaskan, "Fatwa-fatwa itu kan tidak mengikat. Menurut saya, kalau yang setuju fatwa, silakan diamalkan tetapi jika tidak setuju, ya tinggalkan, masyarakat jangan bingung,".[4]
Fatwa tersebut sebenarnya juga memunculkan sinyalemen miring pada Muhammadiyah, sebab Bloomberg Initiative (salah satu organisasi) mengelontorkan dana sekitar Rp. 39 miliar atau US $4.195.442 untuk mendukung gerakan anti rokok di Indonesia dalam rentang waktu 2007-2010. Salah satu institusi yang disebut-sebut menerima dana itu adalah ormas Islam kedua terbesar di negeri ini, Muhammadiyah dengan jatah Rp. 3,6 miliar. Beberapa pihak bertanya-tanya, apakah pemberian grant ini ada hubungannya dengan fatwa pengharaman rokok oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dan Tajdid (MTT) Muhammadiyah Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam surat fatwa haram Nomor 6//SM/MTT/III/2010 pada Senin malam 8 Maret 2010 yang lalu? Tudingan miring adanya “fatwa pesanan” yang dialamatkan kepada MTT Muhammadiyah amat beralasan apabila kita merujuk pada fatwa yang dikeluarkan oleh MTT pada tahun 2005 untuk kasus yang sama bahwa merokok masih berstatus MUBAH. Mengapa terjadi perubahan fatwa yang terkesan begitu cepat dan tergesa-gesa? Apalagi kampanye rokok memudaratkan dari segi kesehatan dan ekonomi yang menjadi alasan kuat untuk pengharaman pada fatwa 2010 ini sudah didengungkan oleh banyak kalangan pada tahun 2005.[5] Namun, hal tersebut dibantah oleh Prof. Dr. Yunahar Ilyas, salah satu Ketua PP. Muhammadiyah, dengan tegas mengatakan, tidak hubungan antara grant dari Bloomberg Initiative dengan fatwa haram rokok. Bahkan beliau tidak tahu mengenai pengucuran dana itu. Sebagai Ketua PP. Muhammadiyah yang seharusnya mendapatkan laporan atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seluruh elemen di Muhammadiyah tentu menimbulkan kecurigaan.[6]
C.    Keputusan Bahsul Masail NU Tentang Hukum Rokok[7]
Sebagai warga NU, tentunya haruslah mengetahui hukum rokok dalam perspektif NU dalam bahsul masailnya. Menurut hasil bahsul masail NU, hukum rokok memang terbagi menjadi bermacam-macam hukum tergantung dari individu masing-masing. Semua itu bertolak pada persoalan adalah apakah merokok itu membawa mudarat ataukah tidak, dan terdapat pula manfaat ataukah tidak. Dalam hal ini tercetus persepsi yang berbeda dalam meneliti dan mencermati substansi rokok dari aspek kemaslahatan dan kemafsadatan. Perbedaan persepsi ini merupakan babak baru munculnya beberapa pendapat mengenai hukum merokok dengan berbagai argumennya. Seandainya semua sepakat, bahwa merokok tidak membawa mudarat atau membawa mudarat tetapi relatif kecil, maka semua akan sepakat dengan hukum mubah atau makruh. Demikian pula seandainya semuanya sepakat, bahwa merokok membawa mudarat besar, maka akan sepakat pula dengan hukum haram.
Oleh sebab itu, hukum rokok terbagi menjadi tiga : Pertama; hukum merokok adalah mubah atau boleh karena rokok dipandang tidak membawa mudarat. Secara tegas dapat dinyatakan, bahwa hakikat rokok bukanlah benda yang memabukkan. Kedua ; hukum merokok adalah makruh karena rokok membawa mudarat relatif kecil yang tidak signifikan untuk dijadikan dasar hukum haram. Ketiga; hukum merokok adalah haram karena rokok secara mutlak dipandang membawa banyak mudarat. Berdasarkan informasi mengenai hasil penelitian medis, bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dalam, seperti kanker, paru-paru, jantung dan lainnya setelah sekian lama membiasakannya.[8]
D.    Kesimpulan
Pada dasarnya, perbedaan merupakan rahmat “ikhtilāf al-Ummah rahmah” dan bukan malah membuat perpecahan. Dengan adanya variasi hukum, kita bisa memilih dan memilah mana hukum yang sesuai dengan kondisi kita. Walaupun Majelis Tarjih telah mengeluarkan fatwa haram rokok, akan tetapi hal tersebut hanyalah fatwa, dan fatwa merupakan sesuatu yang tidak wajib diikuti dan tidak mengikat. Apalagi fatwa ini dikeluarkan oleh Muhammadiyah dan bukan NU. Oleh sebab itu, mungkin fatwa ini hanya terkait dengan warga Muhammadiyah dan kita sebagai warga NU tak perlu terlalu ekstrem dalam menyikapinya.     
Wallahu a’lam bi al-Shawab




[1] Makalah ini dipresentasikan pada diskusi POKER di Wisma Joko Tingkir tanggal 9 Mei 2010.
[2] Diambil dari www.wikipedia.org.
[3] Lihat www.antaranews.com. Tanggal 9 Maret 2010. Kategori mubah ini kurang disetujui penulis, sebab dijelaskan bahwa lebih baik meninggalkannya. Oleh sebab itu, penulis lebih menyetujui mereka menyebutnya sebagai makruh.
[4] Lihat www.antaranews.com. Tanggal 4 April 2010.
[5] Lihat www.kompasiana.com. Tanggal 6 April 2010.
[6] Ibid.
[7] Pembahasan ini sebenarnya agak menyimpang dari judul yang dibahas, akan tetapi hal ini perlu dipaparkan guna mengambangi pemikiran Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Selain itu juga, keputusan ini (baca: hasil bahsul masail NU) menjadi produk hukum yang sudah dikonsumsi oleh masyarakat luas.  
[8] Lihat www.NU.org.id

Jumat, 08 Januari 2016

Dziba’iyyah

Dziba’iyyah adalah tradisi membaca atau melantunkan shalawat kepada Nabi Muhammad yang dilakukan oleh masyarakat NU. Termasuk anggota Poker yang merupakan alumni pondok Tarbiyatut Tholabah Kranji yang menganut paham Nahdlatul Ulama’.
Pembacaaan shalawat dilakukan bersama secara bergantian. Ada bagian dibaca biasa (rowi), namun pada bagian-bagian lain lebih banyak menggunakan lagu. Istilah dziba’iyyah mengacu pada kitab berisi syair pujian karya al-Imam al-Jaliil as-Sayyid as-Syaikh Abu Muhammad Abdurrahman ad-Diba’iy asy-Syaibani az-Zubaidi al-Hasaniy.
Kitab tersebut secara populer dikenal dengan nama kitab Maulid Diba’. Pembacaan syair-syair pujian ini biasanya dilakukan pada bulan maulud (Rabiul Awal) sebagai rangkaian peringatan maulid Nabi.
Di Poker sendiri pembacaan dzibaiyah dijadikan rutinan bagi semua anggotanya. Kegiatan ini dilakukan 2 minngu sekali, tepatnya setiap malam sabtu di bescam @.poker.yo
Kitab Diba’ adalah salah satu dari sekian banyak kitab klasik yang tidak masuk di dalam pengajaran pesantren, namun akrab dan populer digunakan oleh masyarakat pesantren.


Berikut dokumentasi dari kegitan Dziba’iyah

Minggu, 03 Januari 2016

PP. Tarbiyatut Tholabah Pesantren Responsif Gender

Mengenal PP. Tarbiyatut Tholabah
Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah (PP Tabah) didirikan oleh KH. Musthofa Abdul Karim yang berasal dari Desa Tebuwung sebuah Desa yang terletak di aliran sungai Bengawan Solo di Dukun Kabupaten Surabaya saat itu. Lahirnya pesantren ini tidak dapat lepas dari sejarah masyarakat Desa Kranji, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, yang membutuhkan figur pemimpin yang benar-benar bisa menjadi panutan umat. Saat itulah nama KH. Musthofa  diminta untuk menjadi sosok pemimpin umat, yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan.
PP yang hadir karena kepedulian KH. Musthofa terhadap persoalan umat ini berdiri pada Jumadil Akhir 1316 H/Nopember 1898 M. PP. ini kemudian lebih dikenal dengan nama Pondok Kranji, yang merupakan salah satu pesantren tertua di kawasan Pantura. Dalam waktu yang cukup singkat, lahan tanah pesantren pemberian H. Harun (warga Desa Kranji) yang dikenal angker itu ‘disulap’ menjadi sebuah bangunan pondok pesantren yang sederhana, tapi cukup bagi para santri untuk belajar. Mula-mula Kyai Musthofa menggali sumur dan membangun Langgar Agung (sekarang Musholla Al-Ihsan) dengan dibantu para santri. Oleh karenanya, KH Musthofa merasa mantap untuk mendirikan dan mengembangkan Desa Kranji menjadi desa berbasis pondok Pesantren.
Pilihan Desa Kranji secara historis dan letak strategis adalah Pertama, merupakan Desa tertua, terbukti adanya Makam Ayu yang terletak sebelah barat Pondok Pesantren dan makam Gelondong yang berada di timur Pondok Pesantren. Nilai peninggalan makam yang cukup tua itu menggambarkan bahwa Desa kranji merupakan Desa yang mempunyai nilai sejarah bagi masyarakatnya. Kedua, merupakan Desa yang mempunyai nilai strategis dan ekonomis. Hal ini dibuktikan dengan adanya bangunan peninggalan Belanda yang berada di kanan kiri jalan Daendels, dan sampai sekarang di Desa Kranji terdapat Pasar Tradisional yang menjadi pusat perputaran ekonomi bagi masyarakat Desa Kranji dan sekitarnya.  Pondok Kranji sebagai pusat pendidikan ilmu agama langsung diterima oleh masyarakat luas, meski tidak sedikit pula masyarakat yang sempat  menentangnya.

Pembelajaran di PP. Tarbiyatut Tholabah, Kranji
Seiring dengan bertambahnya jumlah santri, maka KH. Musthofa mendirikan asrama sederhana untuk tempat istirahat, mengulang pelajaran, menghafal dan lain sebagainya. Asrama tersebut terletak di sebelah selatan Langgar Agung. Model pembelajaran yang berlangsung adalah model sorogan (metode santri yang menghadap kepada Kyai untuk menyimak kajian kitabnya). Kadang kala pembelajaran berlangsung dengan metode Weton (pengajiannya diberikan pada waktu tertentu) serta  menggunakan metode tradisional lainnya, seperti :  (1) Menghafal satu persatu, (2) Mengulang pelajaran, dan (3) Mempraktikkan ilmu yang telah disampaikan. Adapun materi pengajaran yang disampaikan antara lain: Alquran, Tafsir Alquran, Al-Hadits, Fiqh, Nahwu, Sharaf, Faraid (ilmu mengenai pembagian waris), Manthiq, dan Balaghah.
Pada tahun 1924 M, KH. Abdul Karim Musthofa yang merupakan salah seorang putra KH. Musthofa kembali dari nyantri-nya di PP Tebuireng Jombang. Di Kranji beliau mendirikan madrasah yang diberi nama “Tarbiyatut Tholabah” oleh Hadratusy-syaikh KH Hasyim Asy’ari. Saat itu madrasah tersebut menggunakan kurikulum salafiyah yang disesuaikan dengan kurikulum Madrasah Salafiyah Tebuireng Jombang.  Setelah mendirikan madrasah, yakni pada 1928 M KH. Abdul Karim Musthofa kembali menuntut ilmu ke Tebuireng Jombang dan kepemimpinan madrasah diserahkan kepada adik iparnya,  KH. Adelan Abdul Qodir.
Singkat cerita, pesantren ini telah menghasilkan banyak ulama, cendekiawan dan  pemimpin besar di tanah air. Di antaranya KH. Tolchah Hasan (Menteri Agama pada era Presiden Gus Dur), KH. Abdur Rahman Syamsuri (Pendiri PP. Muhammadiyah Karangasem Paciran).
Di tahun 1945 M, PP. Tabah mulai memperhatikan pendidikan bagi anak perempuan. Saat kepemimpinan Ustadz Moh. Ali Thoyib, didirikanlah Madrasah Ibtida’iyah Tarbiyatut Tholabah Putri (tahun 1948 M) dengan sistem pengajaran madrasah namun hanya sampai kelas 3 MI.
Berikut sosok pengasuh PP. Tarbiyatut Tholabah Kranji  semenjak berdirinya hingga kini:
1.    KH. Musthofa Abdul Karim Periode 1889-1949. Meninggal pada tanggal 12 Agustus 1950 M
2.    KH. Abdul Karim Musthofa Periode 1949-1957 (Putra KH. Musthofa). Meninggal Tahun 1964 M
3.    KH. Adelan Abdul Qodir Periode 1957-1976 (Menantu KH. Mustofa, karena menikah dengan Hj. Shofiyah Putri KH. Musthofa), meninggal pada tanggal 21 Desember 1976 M
4.    KH. Moh. Baqir Adelan Periode 1976-2006 ( Putra KH. Adelan Abdul Qodir ). Meninggal Pada tanggal 15 Mei 2006
5.    KH. Moh. Nasrullah Baqir periode 2006-Sekarang (Putra KH. Baqir Adelan)
Di bawah asuhan Kyai Baqir Adelan, pesantren ini mengalami perkembangan pesat. Kebesaran nama Tarbiyatut Tholabah terdengar dimana-mana. Alumninya pun, kini telah tersebar ke penjuru nusantara, bahkan dunia PP. Tabah kini berkembang sebagai potret pesantren yang produktif dalam mencetak ulama dan tokoh masyarakat.
Hingga saat ini, jenjang pendidikan yang  berkembang di PP. Tarbiyatut Tholabah adalah sebagai berikut :
1. Madrasah Salafiyah tahun 1924-1948
2. Madrasah Ibtida’iyah tahun 1948
3. Madrasah Tsanawiyah Tahun 1963
4. TK Raudlatul Athfal 1969
5. Madrasah Mu’alimin Tahun 1972-1978
6. Madrasah Aliyah tahun 1978
7. Kuliah Kitab Kuning Tahun 1986-1995
8. Madrasah Aliyah Keagamaan Tahun 1993
9. STIT Sunan Giri Lamongan Tahun 1988-1994
10.  STAI Sunan Drajat (STAIDRA) Tahun 1994
11.  Ma’had Aly Tahun 2009-2012
12.  Diniyah Formal (Ula, Wustho, Ulya) Tahun 2009-2012
PP Tabah menawarkan pendidikan agama lengkap yang dipadukan dengan konsep pendidikan modern. Untuk mencetak santri yang handal, pesantren ini mempunyai tenaga pengajar yang berpengalaman di bidangnya masing-masing serta sarana pendidikan yang representatif. Pengajar disini harus benar-benar layak. Untuk mencetak santri atau siswa yang baik, tenaga pengajarnya harus baik pula. Intinya, pesantren harus memberikan pelayan yang baik terhadap santri dan masyarakat.

Mencetak Santri Responsif Gender
Jauh sebelum PP Tabah terutama MA Tabah menjalin kerjasama dengan Rahima, Pesantren ini sudah relatif  responsif dengan kesetaraan gender. Mengapa seperti itu?, Pertama PP Tabah melalui BP2M STAIDRA (Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Drajat) bekerjasama dengan DITBINPERTA DEPAG RI pada tahun 2004-2005 melaksanakan kegiatan Participatory Action Researh (PAR), Training Analisis Gender (GAT) dalam Islam, Penyusunan Kurikulum Pesantren Berbasis Gender dan Workshop Management Pesantren berbasis Gender yang output-nya adalah semakin terbuka ruang partisipasi santri perempuan. Kedua, Jumlah santri di PP Tabah Kranji kurang lebih 2.421, dengan jumlah Siswa dari MA Tabah berjumlah 906 (laki-laki 348 dan perempuan 558). Dewan Guru pengajar MA Tabah berjumlah 70 Guru (laki-laki 54 dan perempuan 16).  Dari data di atas membuktikan bahwa jumlah siswa perempuan itu lebih banyak dari siswa laki-laki dengan jumlah guru perempuan sebanyak 20 % dari jumlah total guru MA Tabah, ditambah dengan jumlah jajaran Staf Kepala Madrasah, Ketua TU dan Ketua BK adalah perempuan. (Sumber: Data Yayasan PP Tabah 2014).
Pada sisi yang lain, organisasi Siswa MA Tabah ada bermacam-macam mulai OSIS, Pramuka, Al-Himmah (Organisasi anak MAU), KeMAKan (Organisasi anak MAK), LPS An-nasihah (Organisasi Jurnalistik), Komunitas siswa sadar PKRS. Dari berbagai organisasi siswa di atas salah satunya An-Nasihah, Organisasi Pers Siswa, pernah dalam 2 periode dipimpin oleh perempuan pada masa abdi 2012/2013 dan 2013/2014 , komunitas sadar PKRS yang bergerak dalam bidang kesehatan reproduksi remaja dan konseling juga dipimpin oleh perempuan yakni Isvina Unaizahroyah (Kader PKRS Rahima).
Sedangkan dalam sistem pengajaran di Pondok Tabah, kelas untuk siswa perempuan dan laki-laki dipisah, akan tetapi untuk guru pengajarnya guru perempuan juga mengajar pada siswa laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas dan profesionalitas yang dikedepankan bukan berdasarkan jenis kelamin.Salah satu pembuktian bahwa PP Tabah responsive gender adalah ditunjukkan dengan sosok ibu Nyai pengasuh PP Tabah Kranji yakni Ibu Nyai  Hj. Lujeng Lutfiyah, SQ, M.Th.I. sebagai  istri dari pengasuh PP Tarbiyatut Tholabah KH. Moh. Nasrullah Baqir. Ibu Nyai ini adalah sosok perempuan yang bergelar calon Doktor pertama di PP. Tabah yang mana peran beliau sangat luar biasa dalam memajukan pendidikan di antaranya adalah beliau sebagai pengasuh pondok Putri Tabah, Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Drajat, Tenaga Pengajar di MA Tarbiyatut Tholabah, mengajar siswa putra khususnya kelas MAK, mendidik santri melalui pengajaran kitab kuning, menjadi penceramah di pengajian umum, menjadi pemateri di kajian-kajian ilmiah dll.     Selain Ibu Nyai  Hj. Lujeng Lutfiyah, SQ, M.Th.I. masih ada sosok perempuan yang juga mempunyai partisipasi luar biasa dalam memberikan pendidikan pada umat beliau adalah sosok ibu Nyai Dra. Hj. Muthi’ah selain sebagai tenaga pengajar di PP Tabah Kranji beliau juga sebagai pendakwah yang jam terbangnya telah sampai keluar wilayah Lamongan. Berbagai gambaran tersebut, menunjukkan bahwa PP. Tabah Kranji telah mengalami perkembangan sehingga menjadi pesantren yang responsif gender. Para pengasuh telah memberikanuswah hasanah pada santrinya, dan memberikan kesempatan yang sama serta mengajarkan bahwa mereka bisa dipimpin oleh lelaki maupun perempuan. Ini karena spirit ajaran Islam mengajarkan bahwa Allah swt. juga tidak pernah membedakan para hambanya dari jenis kelaminnya, namun dari ketakwaan dan amal perbuatannya semata.{Ahmad Ainul Fahruri, alumni MA TABAH 2015}

MENEPIS WACANA JIHAD MASA KINI

A.    Pendahuluan
Jihad adalah tema yang sangat unik dan menarik untuk diteliti dan dikaji. Jihad sebagai research theme, selalu dalam perdebatan yang terus-menerus tidak usai dan telah banyak melahirkan karya-karya ilmiah, serta melahirkan kajian-kajian yang terbilang mendalam. Hal ini merupakan indikator yang mengindikasikan bahwa jihad adalah tema yang memiliki daya tarik yang sangat tinggi dan tidak akan pernah kering.
Jihad seringkali disebut sebagai penyebab munculnya aksi kekerasan yang muncul dari masyarakat Islam. Pemahaman semacam ini masih perluh diteliti kembali. Namun, tidak boleh dilupakan bahwa realitas sosial yang berkembang di luar juga dapat memicu implikasi sosial yang mendasar pula.
Memahami jihad membutuhkan pemaknaan mendalam dan menyeluruh. Sebab, pemahaman konsep jihad masih menimbulkan berbagai kontroversi. Di zaman desawa ini, jihad sebagai konsep yang sering diperdebatkan dalam media masa dan literatur akademis, baik di Timur maupun di Barat.
Isu yang sangat sensitif sekarang ini adalah ketika seruan untuk berjihad itu dikaitkan dengn tindakan terorisme, pengorbanan diri (bom bunuh diri), dan kekerasan (violence) atas nama agama.[1] Namun, gagasan mengenai jihad dalam tradisi Islam, tidak dapat direduksi menjadi tindakan-tindakan seperti demikian. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat Islam yang justru menolak klaim seperti itu, dan justru mengutuk tindakan mereka berdasarkan tradisi Islam dan apa yang mereka lakukan tidak ada hubungannya dengan persyaratan jihad yang lebih luas, perjuangan di jalan Tuhan.[2]
Untuk menepis klaim bahwa jihad identik dengan violence. Maka, penulis akan mencoba menjelaskan secara detail jihad dalam ajaran Islam dan jihad dalam pandangan Al-qur’an. Selain untuk memberikan pemahaman tentang jihad dalam Islam kepada masyarakat muslim, juga untuk menepis klaim bahwa jihad tidak selalu direduksikan dengan tindakan-tindakan kekerasan. 

B.     Pembahasan
1.      Pengertian Jihad
Jihad dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu bentuk usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan atau usaha sungguh-sungguh membela agama Islam dengan mengorbankan harta benda, jiwa, dan raga atau perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam.[3]
Soefuddin Zuhri mengemukakan bahwa kata jihad berasal dari bahasa arab jahada, yang berarti “mencurahkan segala upaya guna mencapai tujuan kesempurnaan agama”.[4] Kesempurnaan di sini tidak selalu diartikan sebagai jalan perang atau melakukan tindakan-tindakan kekerasan terhadap agama lain, melainkan kesempurnaan hidup dalam beragama dengan melakukan perbuatan baik di dunia. Misalkan, memberikan sedikit hartanya kepada orang-orang yang membutuhkan, menahan amarah dan sifat-sifat tercela lainnya.   
Selanjutnya, definisi jihad secara syariat yang paling komperhensif dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Jihad adalah mengerahkan segala upaya demi mencapai kebenaran yang diinginkan.” Di tempat lain, beliau mengatakan, “Hakikat jihad adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapai hal-hal yang diridhai oleh Allah seperti iman dan amal saleh, sekaligus untuk menolak hal-hal yang dibenci-Nya seperti kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.” Definisi tersebut mencakup semua jenis jihad yang dapat dilakukan seorang muslim. Mencakup usaha kerasnya dalam menaati Allah SWT, dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Termasuk juga usahanya dalam mengajak orang lain, muslim atau kafir untuk menaati Allah, usahanya dalam memerangi orang kafir untuk meninggikan kalimat Allah, dan sebagainya. Sebuah upaya dikatakan sebagai “jihad” jika memenuhi syarat, yaitu dilakukan “di jalan Allah”. Oleh karena itu, segala upaya yang dilakukan tidak di jalan AllahSWT, maka tidak bisa dikatakan sebagai jihad.[5]
Murtadha Muthahari, ulama- syi’ah terkemuka, menitikberatkan arti jihad sebagai perang yang sah bagi setiap individu, suatu suku atau bangsa, untuk membela diri dan harta benda, sebagai salah satu tuntunan hidup manusia. Namun bentuk peperangan yang dimaksud Murtadha Muthahari adalah peperangan melawan sikap agresi karena keserakahan untuk memperoleh harta kekayaan serta sumber-sumber lain, yang mempunyai tujuan untuk merampok sumber-sumber ekonomi atau kemanusiaan, dan hal ini sama sekali tidak dibenarkan dalam syari’at Islam.[6]
Murtadha Muthahari mengartikan jihad sebagai sikap perlawanan kepada sifat rakus manusia akan harta dan kedudukan atau jabatan yang ada di dunia, lebih tepatnya pendapat Muthahari dapat diartikan sebagai jihad melawan hawa nafsu.[7]
Dari penjelasan di atas dapat dipahami, bahwa pengertian jihad tidak hanya diartikan sebagai bentuk perang melawan orang-orang kafir, melainkan usaha dengan niat sungguh-sungguh untuk melakukan perbuatan baik agar tercapai suatu kebaikan bagi seluruh umat manusia.

2.      Fase-Fase Turunya Perintah Jihad Fi Sabilillah
Perintah jihad fi sabilillah diturunkan secara bertahap dan fase demi fase sesuai dengan perkembangan masyarakat Islam di masa-masa awal turunnya risalah kenabian Muhammad Saw. Instruksi ini diturunkan secara bertahap sesuai dengan perkembangan kondisi masyarakat Islam yang selalu mengalami masa transisi dari kondisi ke kondisi lain, dan dari satu perkembangan ke perkembangan lain sampai instruksi ini sempurna dengan berakhir dan sempurnanya risalah kenabian Muhammad Saw. Adapun fase-fase tersebut adalah:
a.       Fase jihad dengan dakwah tanpa pedang atau kekerasan
b.      Fase jihad defensif
c.       Fase jihad secara mutlak (ofensif dan defensif)
d.      Memerangi ahli kitab dan kaum musyrikin
e.       Memerangi orang-orang murtad
f.       Memerangi para pembangkang  dan kaum subversif
g.      Memerangi orang-orang atau kelompok yang menentang pemerintahan yang sah dan suka berbuat kerusakan
h.      Memerangi orang-orang munafik
i.        Memerangi orang-orang zalim
Untuk memperjelas permasalahan tersebut, berikut ini penjelasan sekilas dan singkat dari masing-masing fase.
1)      Jihad tanpa kekerasan
Pada awalnya, jihad dilakukan dengan cara mengajak manusia kepada Islam, menjelaskan kepada mereka agar memahami dengan benar, mencintainya dengan sepenuh hati, dan diamalkannya dengan penuh keikhlasan. Untuk itu pada masa ini dilakukan dengan mengemukakan nilai-nilai rasionalitas, berdasarkan argumen yng logis, dengn cara hikmah dan mau’izhah hasanah (nasihat yang baik), dan dengan perdebatan yang baik disertai dengan kesabaran atas segala resiko yang muncul, dan dihiasi dengan sifat pemaaf atas segala kesalahan dan permusuhan yang dihempaskan oleh musuh.

Berikut ini adalah beberapa ayat yang menjelaskan jenis jihad yang tengah kita bicarakan.
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
2)      Jihad secara defensif
Setelah fase pertama, turunlah perintah jihad dalam bentuk perang, hanya saja, perintah perang ini ditunjukkan kepada orang-orang yang memerangi Islam, sedangkan orang-orang yang tidak memerangi Islam, tidak boleh diperangi. Berdasarkan perintah ini, maka orang-orang kafir yang tidak memerangi Islam tidak boleh diperangi. Demikian juga, umat Islam tidak diperkenankan untuk memulai mengibarkan api peperangan terhadap orang-orang kafir yang tidak mendahului melakukan peperangan terhadap umat Islam.
Dengan demikian, peperangan (jihad) pada fase ini bersifat defensif, bukan ofensif. Pada fase ini, umat Islam tidak diperkenankan memulai peperangan. Peperangan pada fase ini hanya sebagai langkah pertahanan saja (defensif) untuk mempertahankan diri, menghalang-halangi, dan mengantisipasi segala kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan lainnya.[8] 
3)      Jihad secara ofensif
Setelah fase kedua, turunlah izin untuk memerangi orang-orang kafir dan melakukan penyerangan terhadap mereka, baik mereka mendahului penyerangan maupun tidak. Izin tersebut diturunkan ketika sikap kaum kafir sudah di luar batas perikemanusiaan terhadap nabi dan kaum muslim. Dengan demikian, izin tersebut bukan merupakan kewajiban, atau dengan kata lain, izin memerangi kaum kafi tersebut tidak berarti wajib.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-qur’an:
tûïÏ%©!$# (#qã_̍÷zé& `ÏB NÏd̍»tƒÏŠ ÎŽötóÎ/ @d,ym HwÎ) cr& (#qä9qà)tƒ $oYš/u ª!$# 3 Ÿwöqs9ur ßìøùyŠ «!$# }¨$¨Z9$# Nåk|Õ÷èt/ <Ù÷èt7Î/ ôMtBÏdçl°; ßìÏBºuq|¹ ÓìuÎ/ur ÔNºuqn=|¹ur ßÉf»|¡tBur ãŸ2õム$pkŽÏù ãNó$# «!$# #ZŽÏVŸ2 3 žcuŽÝÇZuŠs9ur ª!$# `tB ÿ¼çnçŽÝÇYtƒ 3 žcÎ) ©!$# :Èqs)s9 îƒÌtã ÇÍÉÈ             
Artinya:  (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa.[9]


4)      Perintah jihad secara mutlak
Setelah situasi dan kondisi serta syarat-syarat terpenuhi, maka turunlah perintah perang secara mutlak kepada kaum muslimin untuk memerangi seluruh kaum kafir, baik secara defensif maupun ofensif demi tegaknya kalimat Allah, tersebarnya ajaran-ajaran-Nya, dan tegaknya syariat-Nya di bumi, baik di timur maupun di Barat, dan kepada seluruh manusia dengan berbagai latar belakang yang beragam. Hal ini dijelaskan secara gambling dalam ayat yang berbunyi:
|=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãA$tFÉ)ø9$# uqèdur ×nöä. öNä3©9 ( #Ó|¤tãur br& (#qèdtõ3s? $\«øx© uqèdur ×Žöyz öNà6©9 ( #Ó|¤tãur br& (#q6Åsè? $\«øx© uqèdur @ŽŸ° öNä3©9 3 ª!$#ur ãNn=÷ètƒ óOçFRr&ur Ÿw šcqßJn=÷ès? ÇËÊÏÈ  
Artinya: diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏG»s% šúïÏ%©!$# Nä3tRqè=tƒ šÆÏiB Í$¤ÿà6ø9$# (#rßÉfuø9ur öNä3ŠÏù Zpsàù=Ïñ 4 (#þqßJn=÷æ$#ur ¨br& ©!$# yìtB šúüÉ)­GßJø9$# ÇÊËÌÈ  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.
5)      Memerangi ahlulkitab dan kaum musyirikin
Ahlulkitab adalah orang-orang yang memeluk agama samawi. Golongan ahlulkitab yang terkenal adalah:
-          Yahudi
-          Nasrani
-          Majusi
-          Shabi’ah
Terhadap kelmpok ahlulkitab, Islam memberikan pilihan, apakah mereka  masuk Islam, atau mereka menjadi kaum dzimi, yakni kaum yang hidup di bawah naungan umat Islam namun tetap mempertahankan kepercayaan mereka dan memberikan pajak, ataukah perang, jadi ada tiga bentuk pilihan yang ditawarkan Islam kepada mereka. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam al-qur’an yang berbunyi:
(#qè=ÏG»s% šúïÏ%©!$# Ÿw šcqãZÏB÷sム«!$$Î/ Ÿwur ÏQöquø9$$Î/ ÌÅzFy$# Ÿwur tbqãBÌhptä $tB tP§ym ª!$# ¼ã&è!qßuur Ÿwur šcqãYƒÏtƒ tûïÏŠ Èd,ysø9$# z`ÏB šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tFÅ6ø9$# 4Ó®Lym (#qäÜ÷èムsptƒ÷Éfø9$# `tã 7tƒ öNèdur šcrãÉó»|¹ ÇËÒÈ  
Artinya: Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah  dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk.
Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam, sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka.[10]
6)      Memerangi orang-orang murtad
Ridah secara etimologi artinya keluar dari sesuatu ke sesuatu yang lain. Dalam terminologi Islam murtad artinya orang yang keluar dari Islam dan kembali kepada kekufuran.
Allah SWT berfirman dalam al-qur’an yang berbunyi:
@è% z`ƒÏ%©#Ïj9 (#ÿrãxÿŸ2 bÎ) (#qßgtG^tƒ öxÿøóムOßgs9 $¨B ôs% y#n=y bÎ)ur (#rߊqãètƒ ôs)sù ôMŸÒtB àM¨Yß šúüÏ9¨rF{$# ÇÌÑÈ    
Artinya: Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi Sesungguhnya akan Berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu ".
7)      Memerangi kaum bughat dan pembangkang
Kelompok orang yang suka berbuat aniaya dinamakan ahlulbughat. Kata bughat berasal dari kata bagha- yadghiy-baghyan. Secara bahasa artinya melampaui batas, berbuat zalim, dan berbuat kerusakan menentang hukum, kelompok ini telah disinggung dalam al-qur’an, 
 Allah berfirman,
bÎ)ur Èb$tGxÿͬ!$sÛ z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# (#qè=tGtGø%$# (#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ ( .bÎ*sù ôMtót/ $yJßg1y÷nÎ) n?tã 3t÷zW{$# (#qè=ÏG»s)sù ÓÉL©9$# ÓÈöö7s? 4Ó®Lym uäþÅ"s? #n<Î) ÌøBr& «!$# 4 bÎ*sù ôNuä!$sù (#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ ÉAôyèø9$$Î/ (#þqäÜÅ¡ø%r&ur ( ¨bÎ) ©!$# =Ïtä šúüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÒÈ      
Artinya: dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.[11]
8)      Memerangi kaum muharibin dan mufsidin
Kaum Muharibin dan mufsidin adalah orang-orang yang menghadang dan mengganggu orang lain di tengah padang untuk merampas harta kekayaannya. Berkenaan dengan kedua kelompok ini ada beberapa ketentuan, yakni:
-          Jika mereka membunuh dan mengambil harta korban maka hukumannya adalah dibunuh, disalib, dan harta kekayaan yang dirampas dikembalikan kepada keluarga korban.
-          Jika membunuh dan tidak mengambil harta korban maka hukumannya adalah dibunuh, namun tidak disalib.
-          Jika merampas harta kekayaan namun tidak membunuh, maka hukumannya adalah dipotong tangan kanan dan kaki kiri. Hukum ini Sesutu dengna hukum pencurian.
-          Jika menakut-nakuti saja, tidak membunuh dan tidak merampas, maka hukumannya adalah diasingkan dari negeri itu ke tempat lain.
-          Jika pelaku bertobat sebelum tertangkap, maka semua hukum allah gugur darinya. Segala hak kemanusiaan diambil darinya, kecuali pihak korban memberikan maf kepadanya.[12]   
9)      Memerangi kaum munafiqin
Dalam Islam ada yang dinamakan kaum munafik dan zindiq. Mereka adalah orang-orang yang menampakkan keislaman dan loyalitas, namun menyembunyikan kekufuran. Tidak ada yang mengetahui apa yang ada di dalam hati dan rahasia-rahasia mereka selain Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang n yata dan tersembunyi.
10)   Memerangi orang-orang zalim
Pada pembahasan ini, penulis hanya membatasi pembicaraan tentang kezaliman dalm hukum, bukan yang lainnya. Sebab pembahasan tentang zalim secara umum dan komperhensif merupakan pembahasan yang sangat panjang dan luas, sehingga membutuhkan kitab khusus untuk membicarakannya. Selain itu pembahasan tentang kezaliman dalam hukum berkaitan erat dengan tema yang tengah kita bicarakan, yakni tema jihad di jalan Allah SWT.[13]     
3.     Perbedaan Antara Jihad Dan Perang
Berdasarkan apa yang sudah dijelaskan di atas, maka perluh untuk mengetahui perbedaan antara jihad dan perang. Perang adalah salah satu keadaan jihad, atau salah satu bentuknya, tidak semua jihad itu perang. Selain itu, kata jihad bermakna lebih umum dibandingkan dengan pengertian kata perang.[14]  
Selanjutnya, berbicara tentang jihad dan perang adalah Jihad bukanlah perang yang menjadikan segala hal menjadi faktor dan tujuan. Tapi, jihad hanya terbatas pada perang di jalan Allah. Jika tujuan perang sudah keluar dari kaidah ini, maka bukan lagi disebut jihad, tapi perbuatan yang keji, yang ditolak oleh syariat dan aturan Islam. Dari sini, kita bisa mendefinisikan bahwa jihad adalah, “Perang di jalan Allah baik itu ikut secara langsung di barisan militer, bantuan materi, pendapat dan strategi, perawatan medis, maupun pengorbanan apapun yang bertujuan untuk membela keyakinan dan tanah air.”
Namun, kita harus membedakan antara dua istilah yang bisa tercampur dan menimbulkan pemahaman yang negatif dalam mengartikan jihad dalam konteks perang di jalan Allah. Dua istilah tersebut adalah al-qatl (pembunuhan) dan al-qital (peperangan). Perbedaan keduanya sangat jauh. Pembunuhan bermakna upaya membunuh pihak lain dengan senjata. Ini meniscayakan pembunuh di satu pihak, dan terbunuh (korban) di pihak lain. Berbeda dengan peperangan yang meniscayakan dua pihak yang saling menyerang. Masing-masing mengupayakan pembunuhan untuk melawan upaya dari pihak lawan. Makna yang ada dalam istilah “jihad”, adalah makna kedua (peperangan), bukan makna pertama, yakni pembunuhan.[15]

4.      Pandangan Al-Qur’an Tentang Jihad 
a.       Tujuan Jihad
Pernyataan al-qur’an untuk melakukan jihad telah ada sejak al-qur-an diturunkan pada periode Makkah. Ayat al-qur’an tentang jihad yang pertama diturunkan dan menggunakan term jihad terdapat dalam Q.S al-furqan/25:52. Ayat ini menurut ijma’ ulama’ turun pada periode Makkah. Berdasarkan ayat ini, jihad dalam Islam sudah diperintahkan jauh sebelum adanya perintah umtuk melakukan perang, karena perintah baru disampaikan pada periode Madinah, tanggal 17 Ramadhan tahun kedua Hijrah yang dikenal dengan peristiwa Perang Badar. Perang ini selanjutnya dalam sejarah Islam dicatat sebagai awal terjadinya kontak senjata antara orang Islam dengan orang kafir.[16] Adapun tujuan jihad di antaranya adalah sebagai  berikut:
1)      Untuk memperluas penyebaran agama
2)      Untuk menguji kesabaran
3)      Untuk mencegah ancaman musuh
4)      Untuk mencegah kezaliman
5)      Untuk menjaga perjanjian  
b.      Fungsi Jihad
Jihad dalam al-qur’an memiliki cakupan arti dan tujuan yang sangat luas. Pelaksanaannya bisa dilakukan dengan banyak cara dan tidak terikat dengan izin, syarat, dan rukun. Setiap orang dapat melaksanakannya sesuai dengan kemampuannya. Adapun fungsi jihad dalam pandangan al-qur’an adalah sebagai berikut:
1)      Aspek ibadah
2)      Aspek dakwah
3)      Aspek politik dan militer
4)      Aspek spiritual keagamaan[17]
c.       Objek Jihad
Objek jihad dalam al-qur’an tidak diungkapkan secara tegas dan terperinci, hanya dalam beberapa ayat saja diungkapkan secara langsung dan tegas. Kenyataan ini menunjukkan bahwa objek jihad menurut al-qur’an sangat umum dan tidak terbatas pada objek tertentu.[18] Adapun objek jihad dalam pandangan al-qur’an di antaranya adalah sebagai berikut:
1)      Jihad kepada orang-orang kafir
2)      Kepada orang-orang munafik
3)      Orang-orang musyrik
4)      Kepada hawa nafsu
5)      Setan
6)      Al-Bighat
d.      Bentuk-bentuk jihad
Secara semantis, term jihad mengandung arti yang sangat luas. Objek, macam atau bentunya dalam al-qur’an diungkapkan secara variatif. Dilihat dari keluasan arti tersebut, term jihad bisa dikelompokkan kepada term agama yang berdimensi ibadah, dakwah, politik (hukum), teologi, dan tasawuf. Secara periodik, muatan term ini mengalami proses dinamika yang selalu relevan dengan perkembangan peradaban manusia. Jihad yang dibutuhkan selalu sesuai dengan tuntutan ruang dan waktu.
Untuk melihat keluasan arti jihad dalam al-qur’an, berikut ini akan dikemukakan bentuk-bentuk jihad dalam al-qur’an”
1)      Jihad dengan al-qur’an (Al-jihad bi al-qur’an)
2)      Jihad dengan harta (Al-jihad bi al amwal)
3)      Jihad dengan jiwa dan raga (Al-jihad bi an-nafs)
e.       Kriteria jihad
Penjelasan jihad yang ditunjukkan al-qur’an, baik melalui term jihad maupun term-term lainnya yang semakna, ternyata tidak terbatas pada pengertian yang umum dipahami orang, yaitu jihad dalam pengertian perang melawan orang-orang non-muslim. Namun al-qur’an memberi pengertian yang lebih luas dari pengertian di atas. Al-qur’an menyatakan agar ajaran ini dilaksanakan secara maksimal dalam setiap upaya menjalankan ajaran agama (Q.S, al-Hajj/22:78).
Kriteria jihad yang ditunjukkan al-qur’an, apa-pun bentuknya, di mana-pun tempatnya, apa,  dan siapa yang menjadi objeknya, baik jihad dalam pengertian keagamaan maupun dalam pengertian politik-peperangan haruslah dalam batasan fi sabilillah, selama dalam  batasan ini maka jihad tetap diperbolehkan dan diperluhkan.[19]    

5.      Ayat-ayat jihad dalam al-qur’an
Pada bagian ini penulis akan menyebutkan ayat-ayat jihad yang terdapat dalam al-qur’an (kitab suci agama Islam). Jihad seringkali direduksikan sebagai bentuk kekerasan melawan kelompok pemeluk agama yang non Islam. Akan tetapi, pemahamn jihad yang seperti ini ditolak oleh masyarakat muslim karena Allah SWT tidak memerintahkan kepada umat manusia, khususnya umat muslim untuk menyakiti kelompok non Islam. Adapun ayat-ayat jihad yang terdapat dalam al-qur’an yaitu:
Surah At-Taubah ayat 24 yang berbunyi:
ö@è% bÎ) tb%x. öNä.ät!$t/#uä öNà2ät!$oYö/r&ur öNä3çRºuq÷zÎ)ur ö/ä3ã_ºurør&ur óOä3è?uŽÏ±tãur îAºuqøBr&ur $ydqßJçGøùuŽtIø%$# ×ot»pgÏBur tböqt±øƒrB $ydyŠ$|¡x. ß`Å3»|¡tBur !$ygtRöq|Êös? ¡=ymr& Nà6øs9Î) šÆÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur 7Š$ygÅ_ur Îû ¾Ï&Î#Î7y (#qÝÁ­/uŽtIsù 4Ó®Lym šÎAù'tƒ ª!$# ¾Ín͐öDr'Î/ 3 ª!$#ur Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# šúüÉ)Å¡»xÿø9$# ÇËÍÈ    
Artinya: Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.[20]
Ayat di atas menjelaskan bahwa nilai jihad yang dilakukan di jalan Allah SWT lebih utama dibandingkan dengan ikatan keluarga, hubungan sosial dan kepentingan materi. Alasan jihad dilakukan adalah untuk membuktikan nilai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, lebih tepatnya ayat di atas menjelaskan tentang keutamaan jihad bagi seorang muslim.
Surah At-Taubah ayat 19 yang berbunyi:
÷Läêù=yèy_r& sptƒ$s)Å Ædl!$ptø:$# nou$yJÏãur ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# ô`yJx. z`tB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# yyg»y_ur Îû È@Î6y «!$# 4 Ÿw tb¼âqtFó¡tƒ yZÏã «!$# 3 ª!$#ur Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÊÒÈ  
Artinya: Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah? mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.[21]
Seperti halnya Surah At-Taubah ayat 24 di atas,  Surah At-Taubah ayat 19 juga menjelaskan tentang keutamaan jihad, Allah SWT menjelaskan bahwa jihad memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan kebaikan orang-orang yang memberikan minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram.
Surah An-Nisa ayat 95-96 yang berbunyi:
žw ÈqtGó¡o tbrßÏè»s)ø9$# z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# çŽöxî Í<'ré& ÍuŽœØ9$# tbrßÎg»yfçRùQ$#ur Îû È@Î6y «!$# óOÎgÏ9ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur 4 Ÿ@žÒsù ª!$# tûïÏÎg»yfçRùQ$# óOÎgÏ9ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur n?tã tûïÏÏè»s)ø9$# Zpy_uyŠ 4 yxä.ur ytãur ª!$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4 Ÿ@žÒsùur ª!$# tûïÏÎg»yfßJø9$# n?tã tûïÏÏè»s)ø9$# #·ô_r& $VJŠÏàtã ÇÒÎÈ   ;M»y_uyŠ çm÷ZÏiB ZotÏÿøótBur ZpuH÷quur 4 tb%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $¸JÏm§ ÇÒÏÈ  

Artinya:  tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk  satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[22]
Surah Al-Baqarah ayat 190 yang  berbunyi:
(#qè=ÏG»s%ur Îû È@Î6y «!$# tûïÏ%©!$# óOä3tRqè=ÏG»s)ムŸwur (#ÿrßtG÷ès? 4 žcÎ) ©!$# Ÿw =ÅsムšúïÏtG÷èßJø9$# ÇÊÒÉÈ  
Artinya: dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.[23]
Ayat ini menjelaskan bahwa sudah jelas Allah SWT mengatakan dalam firman-Nya untuk tidak melakukan jihad yang melampau batas. Maksud melampaui batas di sini dapat diartikan sebagai tindakan jihad yang mengancam nyawa orang lain yang tidak memusuhi Islam atau membunuh orang-orang yang tidak bersalah.   
Surah Muhammad ayat 4 yang berbunyi:
#sŒÎ*sù ÞOçFÉ)s9 tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. z>÷Ž|Øsù É>$s%Ìh9$# #Ó¨Lym !#sŒÎ) ó/èfqßJçFZsƒùRr& (#rà±sù s-$rOuqø9$# $¨BÎ*sù $CZtB ß÷èt/ $¨BÎ)ur ¹ä!#yÏù 4Ó®Lym yìŸÒs? Ü>öptø:$# $ydu#y÷rr& 4 y7Ï9ºsŒ öqs9ur âä!$t±o ª!$# uŽ|ÇtGR]w öNåk÷]ÏB `Å3»s9ur (#uqè=ö6uÏj9 Nà6ŸÒ÷èt/ <Ù÷èt7Î/ 3 tûïÏ%©!$#ur (#qè=ÏFè% Îû È@Î6y «!$# `n=sù ¨@ÅÒム÷Làin=»yJôãr& ÇÍÈ  
Artinya: apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) Maka pancunglah batang leher mereka. sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka Maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.[24]
Surah Al-Hujurat ayat 15 yang berbunyi:
$yJ¯RÎ) šcqãYÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur §NèO öNs9 (#qç/$s?ötƒ (#rßyg»y_ur öNÎgÏ9ºuqøBr'Î/ óOÎgÅ¡àÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd šcqè%Ï»¢Á9$# ÇÊÎÈ    
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.[25]
Penjelasan ayat di atas dapat dipahami, sebagai tindakan jihad yang menggunakan hartanya untuk membantu orang lain dan memberikan kebaikan dengan harta dan jiwanya kepada semua orang.
Surat At-Taubah ayat 88 yang berbunyi:
Ç`Å3»s9 ãAqß§9$# šúïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä ¼çmyètB (#rßyg»y_ óOÏlÎ;ºuqøBr'Î/ óOÎgÅ¡àÿRr&ur 4 šÍ´¯»s9'ré&ur ãNßgs9 ÝVºuŽöyÜø9$# ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÑÑÈ  
Artinya: tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama Dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. dan mereka Itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.[26]
Ayat ini memberi penjelasan bahwa siapa yang melaksanakan jihad dengan harta atas dasar iman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia termasuk orang-orang yang beruntung.
Surah As-Shaf ayat 10-13 yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ö@yd ö/ä39ߊr& 4n?tã ;ot»pgÏB /ä3ŠÉfZè? ô`ÏiB A>#xtã 8LìÏ9r& ÇÊÉÈ   tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur tbrßÎg»pgéBur Îû È@Î6y «!$# óOä3Ï9ºuqøBr'Î/ öNä3Å¡àÿRr&ur 4 ö/ä3Ï9ºsŒ ×Žöyz ö/ä3©9 bÎ) ÷LäêZä. tbqçHs>÷ès? ÇÊÊÈ   öÏÿøótƒ ö/ä3s9 ö/ä3t/qçR茠óOä3ù=Åzôãƒur ;M»¨Zy_ ÌøgrB `ÏB $pkÉJøtrB ã»pk÷XF{$# z`Å3»|¡tBur Zpt6ÍhŠsÛ Îû ÏM»¨Zy_ 5bôtã 4 y7Ï9ºsŒ ãöqxÿø9$# ãLìÏàyèø9$# ÇÊËÈ   3t÷zé&ur $uhtRq7ÏtéB ( ×ŽóÇtR z`ÏiB «!$# Óx÷Gsùur Ò=ƒÌs% 3 ÎŽÅe³o0ur tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÊÌÈ  


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?  (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.  niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.[27]
Muhammad Khair Haikal dalam bukunya yang berjudul Jihad dan Perang Menurut Syari’at Islam menjelaskan bahwa surat ini menjelaskan jihad di jalan Allah SWT adalah bisnis yang menguntungkan hasilnya, bagi orang-orang yang berjihad akan meng­-cover semua lembaran kesalahan, yang boleh jadi telah didaftar atas nama mereka, menutup celah pintu siksa untuk mereka, serta membuka pintu kenikmatan yang ada di hadapan mereka, dan akan membawa mereka pada jalan kemenangan menghadapi musuh mereka. Allah telah memerintahkan Nabin-Nya agar menyampaikan kebar gembira akan buah yang penuh berkah sebagai konsekuensi dari orang-orang mukmin yang melakukan jihad.[28]    
Dari penjelasan Muhammad Khair Haikal tersebut dapat dipahami, bahwa Allah telah menjanjikan kebaikan dan kenikmatan bagi orang-orang yang berjihad di jalan-Nya. Selain itu, jihad juga dapat meng-cover dosa yang pernah dilakukan oleh seorang muslim dan mengantinya dengan balasan akan ditutupnya siksa bagi mereka yang berjihad di jalan Allah SWT.  
C.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa jihad bukanlah sebuah perintah untuk membunuh atau mengancam nyawa orang lain yang non Islam. Akan tetapi, jihad dalam Islam dapat diartikan sebagai suatu perintah untuk berjuang dan berperang melawan orang-orang kafir yang menghina dan memusuhi Islam, Allah SWT tidak pernah menyampaikan dalam al-qur’an untuk membunuh dan berperang melawan orang-orang yang tidak memusuhi Islam, melainkan hanya memerintahkan untuk berperang melawan orang-orang kafir yang menghina Islam dan menegakkan agama Allah di bumi. Secara spesifik jihad berbeda dengan perang dan terorisme, jihad adalah sebuah upaya dengan rasa sungguh-sungguh untuk melaksanakan perintah Allah dan tidak ada perintah membunuh di dalamnya. Namun, terorisme adalah sebuah tindakan yang mengancam nyawa orang lain dan menganggu harmonisitas sosial yang sudah dibangun. Jihad bukanlah perang yang menjadikan segala hal menjadi faktor dan tujuan. Tapi, jihad hanya terbatas pada perang di jalan Allah. Jika tujuan perang sudah keluar dari kaidah ini, maka bukan lagi disebut jihad, tapi perbuatan yang keji, yang ditolak oleh syariat dan aturan Islam.  Jihad juga merupakan perbuatan yang lebih mulia dibandingkan dengan perbuatan-perbuatan lainnya, sebagaimana Allah SWT menjelaskan dalam ayat-ayat yang disebutkan di atas.   
SUMBER BACAAN
Abdullah, Amin Rekonstruksi Metodologi Studi Agama dalam Masyarakat Multikultural dan Multireligius. Pidato pengukuan Guru Besar Ilmu Filsafat IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 13 Mei 2000, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2000.
Dekdisnas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya.
Haikal, Muhammad Khair, Jihad dan Perang Menurut Syari’at Islam, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2010.
Mubaraq, Zulfi, Tafsir Jihad: Menyingkap Tabir Fenomena Terorisme Global, Malang: UIN Maliki Press, 2011.
Ramadhun, Abdul Baqi, Jihad Jalan Kami, Solo: ERA INTERMEDIA, 2002.

Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, Jakarta: Erlangga, 2006.

Tim Penyusun, Meniti Kalam Kerukunan, ed. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, Jakarta: Gunung Mulia, 2010.
Tayyeb, Ahmad, “Pengertian jihad dalam Islam”, dalam www.waag-azhar.org.id. Diakses tanggal 28 November 2015. 



[1] Amin Abdullah mengemukakan bahwa secara normatif, tidak ada satupun ajaran agama yang mendorong dan menganjurkan pemeluknya untuk melakukan tindakan kekerasam terhadap pengikut agama lain di luar kelompoknya, secara historis-faktual, dijumpai tindak kekerasan yang dilakukan oleh sebagian anggota masyarakat dengan dalih agama. Lihat, Muhammad Amin Abdullah, Rekonstruksi Metodologi Studi Agama dalam Masyarakat Multikultural dan Multireligius. Pidato pengukuan Guru Besar Ilmu Filsafat IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 13 Mei 2000, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2000), hlm.1-2. Lihat juga, Zulfi Mubaraq, Tafsir Jihad: Menyingkap Tabir Fenomena Terorisme Global, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm. 4.
[2] Lihat, Zulfi Mubaraq, Tafsir Jihad: Menyingkap Tabir Fenomena Terorisme Global, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm. 1 dan 3.
[3] Dekdisnas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 362.
[4] Soefuddin Zuhri, dalam Meniti Kalam Kerukunan, ed. Nur Kholis Setiawan & Djaka Soetapa, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), hlm. 176.
[5] Dikutip dari Ahmad Tayyeb, “Pengertian jihad dalam Islam”, dalam www.waag-azhar.org.id. Diakses tanggal 28 November 2015.
[6]  Soefuddin Zuhri, Meniti Kalam Kerukunan, hlm. 176.
[7] Bandingkan dengan pengertian jihad menurut Amrozi (salah satu tersangka bom bali 1), dalam pemahaman Amrozi secara terminologis, jihad memiliki banyak makna. Cakupannya sangat universal, mulai dari berjuang melawan hawa nafsu sampai mengangkat senjata ke medan perang. Namun, ada nilai substansinya yaitu memahami jihad sebagai sebuah seruan kepada agama yang haq. Jika dikaitkan dengan fi sabil Allah, maka jihad berarti  berjuang atau berperang di jalan Allah SWT. Jadi jihad itu artinya perjuangan, bisa dilakukan dengan tangan atau lisan. Pemahaman jihad Amrozi berbeda dengan pemahaman kaum muslim pada umunya, lebih-lebih jika dikaitkan dengan orang Yahudi dan Nasrani atau Barat yaitu Amerika dan Israel. Mereka memahami bahwa jihad itu berjuang menegakkan kebenaran dan memberantas bentuk kemaksiatan  dengan seluruh kemampuan yang dimiliki demi meraih kecintaan dan keridhaan Allah SWT. Salah satu hadist yang selalu didengung-dengungkannya adalah “Barangsiapa yang menyaksikan kemungkaran di depan matanya maka hendaknya diubah keadaan itu dengan tangannya. Jika tidak mampu maka hendaknya diubah dengan lisannya. Jika dia tidak mampu maka hendaknya diubah dengan hatinya. Ketahuilah, bahwa itu adalah selemah-lemahnya iman. Lihat, Zulfi Mubaraq, Tafsir Jihad: Menyingkap Tabir Fenomena Terorisme Global, hlm. 8.    
[8] Baca lebih lengkap, Abdul Baqi Ramadhun, Jihad Jalan Kami, (Solo: ERA INTERMEDIA, 2002), hlm. 17& 25.
[9]  Abdul Baqi Ramadhun, Jihad Jalan Kami, hlm. 31.
[10]  Abdul Baqi Ramadhun, Jihad Jalan Kami, hlm. 35 & 52. 
[11] Abdul Baqi Ramadhun, Jihad Jalan Kami, hlm. 54 & 56.
[12] Abdul Baqi Ramadhun, Jihad Jalan Kami, hlm. 60.
[13] Abdul Baqi Ramadhun, Jihad Jalan Kami, hlm. 64 & 69.
[14] Lihat, Mustafa Al-Khin & Musthafa Al-Bugha, Konsep Kepemimipinan dan Jihad Dalam Islam Menurut Madzhab Syafi’I,  (Jakarta: DARUL HAQ, 2014), hlm. 12.
[15] Ahmad Tayyeb, “Pengertian jihad dalam Islam”,, diakses tanggal 28 November 2015.
[16]  Lihat, Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, ( Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 91.
[17]  Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 108.
[18]  Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 126.
[19] Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 150.
[20] Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya, surat At-Taubah ayat 24.
[21] Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya, surat At-Taubah ayat 19.
[22] Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya, surat An-Nisa ayat  95-96.
[23] Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya, surat Al-Baqarah  ayat 190.
[24] Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya, surat Muhammad ayat 4.
[25] Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya, surat Al-Hujurat ayat 15.
[26] Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya, surat At-Taubah ayat 88.
[27] Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahannya, surat As-Shaff ayat 10-13.
[28] Muhammad Khair Haikal, Jihad dan Perang Menurut Syari’at Islam, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2010), hlm. 7.